Sabtu, 16 September 2017

[RECAP/ IND] 稍息立正我愛你 (Attention, Love!) Ep. 6

T-Drama
ATTENTION, LOVE!

Rekap Episode 6



Li Zheng sedang mengobati tumit kaki Shao Xi. Dia bertanya mengapa Shao Xi tidak bersuara walaupun kesakitan? Li Zheng menyuruhnya untuk naik ke punggungnya. Dia sebenarnya memberikan dua pilihan: untuk digendong di tangan atau di punggung. Gendongan kuda-kudaan ini selalu menarik karena mampu membuatku menjerit kegirangan. Tentu saja, aku sadar kalau ini hanyalah alasan untuk sedikit skinship di drama tetapi sedikit pertunjukan kekuatan jantan ditambah dengan kehormatan seorang pria… Duh… Suka sekali! Shao Xi naik ke punggung Li Zheng walaupun sedikit ragu-ragu. Dan setelah berkuda, dia dengan canggung beromong kosong. Li Zheng berkata kalau dia suka digendong, kedepannya akan terus melakukannya. Nah, itu pengakuan tidak langsung! Shao Xi tersenyum lembut.




Jin Li bertemu kakaknya, Jin Wen, untuk makan siang bersama. Sang kakak memintanya untuk duduk di sisinya karena akan ada dua tamu lagi, seorang ibu dan putrinya. Jin Li langsung sadar kalau ini adalah kencan buta dan mulai mengeluh. Dia bertanya mengapa kakaknya selalu taat dan Jin Wen menjelaskan bahwa itu karena dia punya prioritas yang berbeda dari adiknya. Prioritas utamanya adalah Jin Li dan ayah. Siapa di sekelilingnya dan kepada siapa dia menikah, tidak penting. Pola berpikir selalu rela berkorban ini terdengar sangat menyedihkan! Aku tidak meragukan ketulusannya dan juga percaya kalau dia bener-benar mau berkorban. Aku hanya saja tidak berempati. Jin Li menerima penjelasan kakaknya, mengalah dan setuju untuk menghadiri kencan buta ini sebagai permohonan maafnya karena telah menghina Jin Wen beberapa hari yang lalu. Dan terlahirlah bromance yang hangat. Seeakan aku butuh alasan lain untuk menyukai drama ini.


Presiden Lu tiba bersama putrinya, An Xiao Ciao alias Angelina. Duh, gelinya! Presiden Lu menjelaskan kalau Xiao Ciao setingkat dengan Jin Li di universitas dan sedang bermasalah dengan pelajarannya. Dia baru saja kembali dari bepergian ke luar negeri dan akan daftar ke universitas yang sama, Universitas Long Hua. Presiden Lu adalah presiden universitas itu dan sangat berharap dapat mengawasi Xiao Ciao belajar di sana. Dia ingin Jin Li membantu pekerjaan rumahnya Xiao Ciao. Muka tidak percayanya Jin Li tepat sekali! Presiden Lu menjelaskan kalau putrinya baik tapi sedikit manja. Hahaha… Sedikit?! Jin Li ingin menjelaskan kalau nilainya pun tidak baik tetapi Jin Wen menghentikannya dan langsung menyatakan kesediaan Jin Li untuk membantu. Jin Li terlihat ragu tapi tetap menuruti sang kakak. Jin Wen merekomendasikan agar kedua anak itu pergi bersama untuk saling mengenal lebih baik. Jin Li setuju, walaupun enggan.




Xiao Ciao memberi tahu Jin Li kalau dia tidak harus berpura-pura kenal dan dekat dengannya. Dia minta Jin Li untuk nongkrong sebentar guna memuaskan orang tua. Setelah sedikit waktu berlalu, mereka baru bisa menjelaskan kalau mereka berdua tidak sesuai. Jin Li setuju. Xiao Ciao masuk ke mobil kuningnya yang terparkir dan menabrak mobil di depan dan belakangnya sewaktu ingin mengeluarkannya. Jin Li bertanya apakah dia membeli izin mengemudinya dan benar saja, dia juga menabrak sepada motor Jin Li. Hahaha… Aku belum tahu apakah Xiao Ciao itu menjengkelkan atau menawan. Kita lihat bersama yuk!




Di sebuah toko sepatu, Li Zheng sedang mencari sepatu lari wanita sementara Shao Xi duduk menunggu di bangku belakang. Shao Xi berkomentar kalau ibunya tidak lari dan merasa sepatu olahraga bukanlah hadiah ulang tahun pernikahan yang pas. Li Zheng menekankan kalau sepatunya adalah untuk Shao Xi dan meminta penjual mengambil ukuran yang benar. Shao Xi tercengang karena dia tahu ukuran sepatunya. Li Zheng berbohong dan mengatakan itu hanyalah tebakan yang bagus. Tetapi para penonton semua bisa melihat kalau Li Zheng benar-benar khusus mencari tahu ukuran sepatu Shao Xi. Kurasa dia sudah berniat membelikan hadiah sepatu lari untuknya bahkan sebelum luka ini. Meleleh… Penjual datang dengan sepatunya dan Li Zheng langsung membungkuk, berniat membantu memakaikannya. Meleleh lagi… Ini sudah seperti adegan dari dongeng Cinderella. Li Zheng makin hari makin menawan. Shao Xi merasa tidak nyaman karena kakinya berkeringat dan mungkin bau. Tapi Li Zheng bersikeras, berkata kalau dia sudah menciumnya saat mengobatinya tadi dan merasa tidak masalah. Penjual memuji Li Zheng sebagai pacar yang perhatian. Shao Xi ingin menegaskan kalau Li Zheng bukanlah pacar tapi Li Zheng diam saja dan malah terus meminta pasangan sepatunya. Hahaha… Ini sepertinya pernyataan lagi deh. Li Zheng mulai menunjukkan perasaanya pada Shao Xi. Dan akan makin sulit bagi Shao Xi kalau harus meredam perasaannya. Saat dia membayar, Shao Xi membayangkan sedang berpegangan tangan bersama di cermin tapi berhenti saat Li Zheng memperhatikannya.




Bersama-sama di mobil Xiao Ciao, Jin Li mengeluh tentang motornya yang membutuhkan 3 hari perbaikan. Jin Li menegur Xiao Ciao karena sembrono dan tidak memperhatikan jalanan. Shao Xi dan Li Zheng sedang menunggu untuk menyebrang jalan. Shao Xi mendekatinya. Shao Xi berjanji bahwa akan membayar balik sepatu itu tapi Li Zheng mengatakan itu adalah hadiah atas kemenangannya yang terakhir. Li Zheng menyebrang saat lampu lalu lintas menjadi hijau namun Shao Xi melamun dan tidak ikut. Li Zheng berteriak untuk menyadarkannya dan barulah dia melintas. Tapi di saat yang bersamaan, Xiao Ciao menjatuhkan ponselnya dan memalingkan kepala untuk memungutnya dari lantai. Dia salah menekan pedal gas, mempercepat mobil, dan menabrak Shao Xi yang sedang menyebrang.




Shao Xi dibawa ke rumah sakit terdekat dan Xiao Ciao takut dirinya akan di penjara karena tidak sengaja membunuh kalau Shao Xi meninggal dunia. Jin Li menghibur kalau Shao Xi pasti bisa melewati ini. Jin Li sepertinya juga sedang menghibur dirinya sendiri karena dia pun khawatir. Mama dan Papa Zhong datang ke rumah sakit dan meminta penjelasan. Li Zheng berkata sebuah mobil melintasi lampu merah dan menabrak Shao Xi. Papa Zhong bertanya siapa yang menyetir mobil dan Jin Li mengaku dirinya lah yang menabrak Shao Xi. Jin Li melindungi Xiao Ciao karena memang terlihat sudah sangat ketakutan. Papa Zhong mengancam keras akan menyakitinya jika sesuatu terjadi pada Shao Xi. Presiden Lu datang menegur Xiao Ciao dan ingin bertanggung jawab atas semua biaya pengobatan. Mama Zhong memohon semuanya tenang dan berkonsentrasi agar Shao Xi pulih kembali. Dokter keluar setelah memeriksa dan mengatakan kalau Shao Xi terluka lututnya dan perlu dioperasi. Dia tidak terluka di tempat lainnya. Semua orang mendesah lega.




Di kamar rawatnya, Presiden Lu kembali memohon maaf atas kecerobohan Xiao Ciao. Dia berharap Shao Xi dapat memaafkannya. Xiao Ciao juga meminta maaf dengan tulus. Jin Li datang dan dengan acuh tak acuh mengatakan seharusnya dia membawanya ke bioskop. Semua orang melihat keduanya dan mulai mempertanyakan hubungan mereka. Shao Xi langsung menjelaskan kalau mereka hanyalah teman biasa. Jin Li setuju kalau mereka hanya berteman, tetapi senyumannya menyembunyikan makna tersembunyi. Sepanjang pembicaraan ini, Li Zheng berdiri di ujung kamar dan tidak mendekat. Dokter datang dan mulai menjelaskan ada luka robek di lutut Shao Xi. Begitu bengkaknya reda, dia akan menentukan tindakan selanjutnya. Shao Xi bertanya apakah dia masih bisa berlari dan dokter menyuruhnya untuk konsentrasi selama terapi fisik kalau dia ingin tetap lari secepat yang dulu. Shao Xi jelas sedih mendengar ini dan Li Zheng mulai menyalahkan dirinya sendiri. Semua yang hadir berusaha untuk menaikkan harapan Shao Xi dengan mengajaknya menantikan terapi, sup bergizi, dokter dan terapis terbaik, dan juga latihan bersama yang menyenangkan. Bahkan Xiao Ciao malu-malu berjanji akan membantu apapun saja. Tapi Li Zheng? Dia tetap terdiam. Shao Xi terus meliriknya dan Li Zheng akhirnya, keluar ruangan.  




Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, Presiden Lu sadar kalau Xiao Ciao pasti takut. Xiao Ciao akui kalau dia merasa terlindungi oleh Jin Li. Presiden Lu melihat kalau putrinya mulai tertarik pada Jin Li. Xiao Yu dan Ru Ping datang mengunjungi Shao Xi di rumah sakit. Mereka bertanya siapa yang menyerang Shao Xi. Mereka mengira kalau kecelakaan mobil itu hanyalah kedok! Hahaha.... Mereka berdua sangat khawatir sampai bertanya pada Li Zheng keadaannya Shao Xi. Mereka datang menjenguk setelah Li Zheng mendorong mereka untuk datang. Shao Xi bertanya dimana Li Zheng dan mengapa dia tidak juga ikut berkunjung? Xiao Yu dengan polosnya berkata kalau Li Zheng tidak peduli padanya sehingga tidak ikut. Ru Ping menendangnya dan barulah dia mengoreksikan diri dan berkata pastinya Li Zheng tidak datang karena merasa Shao Xi terlalu kuat untuk tidak pulih dengan baik. Eh?! Sebenarnya tanpa sepengetahuan mereka, Li Zheng sedang berdiri di luar ruangan, tetapi terlalu takut untuk masuk. Ru Ping dengan hati-hati bertanya apakah Li Zheng pernah datang tapi saat Shao Xi menjawab tidak, dia mengalihkan pembicaraan ke makanan dan vitamin yang dibawanya. Kecelakaan ini pastinya sangat mempengaruhi Li Zheng; tetapi tidak datang mengunjungi Shao Xi di rumah sakit, adalah kejam.


  


Sendirian, Shao Xi berteriak pada Li Zheng yang tidak menghubunginya. Li Zheng merasa begitu bersalah sampai dia berdiri di tangga rumah sakit, terlalu malu untuk datang menghampirinya. Li Zheng terbangun dari mimpi buruk. Dia turun untuk melihat sepatu Shao Xi yang berdarah dan mengingat lagi trauma masa kecilnya. Duh kasihan sekali! Dan persis seperti Lady Macbeth yang berhalusinasi dan mencoba mencuci darah Duncan dari tangannya, Li Zheng juga melakukan tindakan ‘Lenyaplah, darah terkutuk’ yang sama pada sepatu lari Shao Xi yang baru. Papa Zhong melihat Li Zheng dengan penuh prihatin, tetapi akhirnya berbalik dan meninggalkannya sendirian. Duh! Dia perlu bantuan untuk pulih dari trauma PTSD-nya (trauma karena peristiwa mengagetkan, seram, atau berbahaya).


Shao Xi siap-siap akan keluar dari rumah sakit. Dia kesal karena Li Zheng tidak pernah berkunjung. Mama dan Papa Zhong menjelaskan kalau selama Shao Xi diopname, Li Zheng sibuk menyelesaikan banyak tugas di rumah dan di toko. Kedua orang tuanya memujinya. Shao Xi terdiam mendengarnya tapi tidak puas.




Di rumah, Papa Zhong memanggil Li Zheng tapi dirinya tidak ada. Mama dan Papa Zhong melihat Shao Xi kecewa dan mencoba mengalihkan perhatian dengan memberikan hadiah yang disiapkan Li Zheng karena Shao Xi sudah keluar dari rumah sakit. Rupanya dia menyiapkan beberapa catatan sehingga walaupun tidak sekolah, Shao Xi tidak akan ketinggalan. Hahaha… Ini jelas bukan sesuatu yang diharapkan. Orang tuanya mengajukan makan malam hotpot dan akan mengundang Li Zheng untuk bergabung. Li Zheng, tapinya, menolak undangan tersebut dengan alasan kerjaan. Duh… Padahal, dia hanya duduk sendirian di sebuah taman sepi yang gelap sementara seluruh rumah sedang berpesta makan bersama.




Shao Xi mendengar jejak kaki Li Zheng pulang dan ingin menyapanya tetapi telat karena Li Zheng cepat-cepat mengunci dirinya di kamar. Shao Xi ingin mengetuk pintu tapi menahan niatnya. Di sisi baliknya, Li Zheng juga sedang menunggu tak bergerak. Tarik napas dalam! Ini membuat frustasi. Salahnya Li Zheng apa sih? Kan hanya jalan duluan saja. Berbicara saja lah! Di adegan kilas balik, Li Zheng sebenarnya datang berkunjung ke rumah sakit. Dia masuk sewaktu Shao Xi sudah lelap. Dengan lembut dia membelai tangannya dan melihat mukanya yang tertidur dengan penuh prihatin. Shao Xi yang tidur mencengkeram tangan Li Zheng tapi dengan lembut, dia melepaskannya. Li Zheng keluar dan menangis tersedu di koridor rumah sakit. Di kamarnya, Shao Xi mengingat kencan mereka yang lalu. Dia turun ke lemari sepatu dan mengeluarkan sepatu putih yang berdarah itu. Li Zheng ikut dan melihat Shao Xi memeluk sepatu itu. Dia salah mengira sepatu itu mengingatkannya akan kecelakaan yang mungkin akan membuatnya tidak bisa berlari lagi. Salah besar! Shao Xi sedih karena kau mengabaikannya tanpa penjelasan apa-apa, apalagi sehabis pergi berkencan. Shao Xi memeluk sepatunya karena sepatu itu dari kau! Li Zheng terlalu salah mengerti.




Di pagi hari, Shao Xi ribut mencari sepatu putihnya tapi Li Zheng masuk dan menjelaskan kalau dia telah membuangnya karena bernoda. Shao Xi pergi mencarinya lagi tapi Li Zheng menghentikannya. Papa Zhong menyuruh Li Zheng ikut mencari. Shao Xi menjeritkan semua kekecewaannya karena akhirnya mereka bertemu: betapa kecewanya dia karena tidak dikunjungi, betapa sakitnya dia karena tinggal serumah tapi tidak pernah bertemu, dan sekarang, betapa marahnya dia karena sudah sepihak membuang barang kesayangannya. Akhirnya paham, Li Zheng mulai membantu dan akhirnya menemukan sepatunya. Di rumah, Shao Xi membersihkan sepatu sambil marah-marah. Mama dan Papa Zhong berusaha membujuknya keluar dari kamar mandi tapi gagal. Papa Zhong punya ide dan menyuruh Mama Zhong untuk ikut saja!




Keesokan paginya, Li Zheng mengetuk pintu Shao Xi untuk mengantar sarapan pagi dan membawakan buku catatan. Shao Xi bertanya di mana orang tuanya berada. Li Zheng menerangkan kalau mereka harus mengatasi keadaan darurat di toko jadi sedang keluar. ‘Darurat’ hahaha… Suka sekali dengan akalnya Papa Zhong ini. Masih marah, Shao Xi menuntut penjelasan dari Li Zheng, mengapa menjaga jarak. Shao Xi meminta permohonan maaf dari Li Zheng dan dipenuhi tapi untuk alasan yang salah. Dia meminta maaf karena sudah mengajaknya keluar dan membuatnya kecelakaan. Shao Xi dengan sebal mengajarkan kalau sebagai teman, dia harus memperhatikan Shao Xi yang cedera. Mengabaikannya adalah salah. Tetapi saat emosional ini terputus tiba-tiba karena Shao Xi sakit perut. Hahaha… Li Zheng membawanya ke toilet dan langsung pergi menutup pintunya. Dan pas itulah, ususnya meledak! Maluuuuu… Hubungan Li Zheng dan Shao Xi diselamatkan oleh bab! Memang suara kentut paling ampuh untuk menghilangkan kecanggungan. Duh jijiknya...




Li Zheng membawa Shao Xi ke rumah sakit karena diare dan saat diinterogasi oleh dokter, Shao Xi menjelaskan semua makanan yang dimakannya kemarin. Daftar makanannya sangat panjang! Dokter menyimpulkan kalau diarenya disebabkan karena terlalu banyak makan dan menyarankan untuk tidak makan berlebihan. Dia bahkan menyarankan Shao Xi untuk berpartisipasi dalam kompetisi makan. Hahaha… Dalam perjalanan pulang, Li Zheng menggendong Shao Xi dan meminta maaf dengan tulus. Dia mengaku kalau dirinya merasa sangat bersalah karena telah membawanya keluar hari itu. Jika tidak keluar, pastinya Shao Xi tidak akan kecelakaan. Juga, dia tidak ingin Shao Xi sedih setiap kali melihat sepatu putih itu  jadi dia membuangnya. Shao Xi menerima penyesalan Li Zheng karena dia telah melengkapi koleksi bonekanya. Shao Xi harus membeli 120 botol untuk mengumpulkan koleksinya. Dia bertanya berapa banyak yang Li Zheng habiskan sampai akhirnya mendapatkan boneka yang terakhir. Dia mengaku tidak banyak tapi adegan kilas balik menunjukkan kalau memang Li Zheng harus membeli banyak sekali minuman untuk mendapatkannya.




Di rumah, Li Zheng dan Shao Xi sedang nonton bersama. Shao Xi makan bubur dan melirik pizza yang sedang dinikmati Li Zheng. Li Zheng melarang Shao Xi mengambil pizza karena masih dalam pemulihan. Secara telepati, Shao Xi berjanji kalau dia tidak akan memakai sepatu itu lagi sampai dia pulih. Li Zheng bangga akan tekadnya dan menantikan kesuksesannya. Dia juga menegaskan kalau bukanlah salah Li Zheng, dia cedera. Jadi Shao Xi berharap Li Zheng tidak lagi menyalahkan dirinya. Li Zheng setuju. Mereka tertidur bersandaran malam itu.


Li Zheng datang ke toko teh untuk berterima kasih pada Papa Zhong karena telah memaksa mereka berdamai. Li Zheng minta maaf pada Papa Zhong karena telah mengajak pergi Shao Xi dan mencelakainya. Mendengar ini, Papa Zhong menekannya betapa miripnya Li Zheng dengan almarhum ayahnya; keduanya selalu menyalahkan diri sendiri setiap kali ada masalah. Papa Zhong menghibur dan menyuruhnya untuk jangan merasa bersalah lagi. Dia pulang ke kamarnya dan mengeluarkan foto buram itu. Kata-kata Papa Zhong memicu ingatan. Tiba-tiba, dia teringat saat ayahnya merajuk di kebun karena kecewa dengan dirinya yang sempat membahayakan Li Zheng. Ibunya datang dan mendorongnya untuk menghibur sang ayah. Foto keluarga ini diambil tepat setelah kejadian itu dan secara ajaib, ingatannya mulai kembali.




Jin Li datang menemui Shao Xi tapi dihadang Papa Zhong. Mama Zhong memintanya untuk tenang karena Jin Li hanya datang berkunjung bukan untuk berkencan. Jin Li mengoreksi Mama Zhong dan mengaku kalau dia memang ingin berpacaran dengan Shao Xi. Papa Zhong marah dan mengusirnya. Mama Zhong menjelaskan kalau Shao Xi sedang istirahat dan menganjurkan agar Jin Li datang besok. Jin Li setuju dan pergi setelah menyerahkan semua hadiah untuk Shao Xi. Tapi sebelum pergi, Jin Li mengajukan diri untuk tinggal serumah untuk mengurus Shao Xi karena kedua orang tuanya pasti perlu bekerja. Papa Zhong geram mendengar ini tapi Mama Zhong dengan tenang menyarankan agar Jin Li membantu di toko teh saja. Hmmm… Sekarang, aku mulai bertanya kenapa Mama Zhong memberikan gagasan ini? Apakah dia tidak benar-benar setuju dengan Li Zheng?




Keesokan harinya di toko teh, Jin Li menyapa Li Zheng. Papa Zhong menyarankan Li Zheng untuk mengabaikannya. Shao Xi sampai ke toko dengan ibunya dan bertanya mengapa Jin Li ada di sana. Mama Zhong menjelaskan kalau dia merasa bersalah atas kecelakaan tersebut dan ingin membantu di toko sampai Shao Xi pulih. Li Zheng yang cemburu diam-diam mendengarkan percakapan ini. Papa Zhong bertanya apa kata dokter. Mama Zhong menjelaskan kalau dokter puas akan pemulihan Shao Xi tetapi tidak menyarankan Shao Xi ikut ujian olah raganya. Papa Zhong anjurkan Shao Xi untuk mengikuti nasihat dokter tetapi Shao Xi masih ragu. Shao Xi meminta pendapat Li Zheng dan dia menjawab kalau ada cara lain yang dapat ditempuh untuk masuk universitas, contohnya dengan menggunakan angka dari pertandingan-pertandingan yang dulu. Dia berjanji akan membantunya mencari cara alternatif. Jin Li berseru lantang kalau menurutnya, Shao Xi seharusnya tetap ikut ujian. Dan episode berakhir.
Komentar


Wah! Kompetisi antara Li Zheng dan Jin Li semakin memanas. Adegan terakhir dengan jelas menyoroti kepribadian mereka yang kontras: Li Zheng sangat teliti dan bijaksana sementara Jin Li energetik dan berani. Shao Xi dikejar oleh dua pria yang sangat berbeda, keduanya sangat tampan, dan serius dalam niat mereka untuk mengencaninya. Gadis yang sangat beruntung. Hahaha...




Banyak yang terjadi di episode ini dari kecelakaan, kesalahpahaman, dan rekonsiiasi. Sebenarnya semua masalah dapat dicegah kalau ada komunikasi. Penulis menyalahkan semua salah pengertian pada karakter warisan dari mendiang ayahnya Li Zheng yang konon juga suka menyalahkan diri sendiri. Tapi aku melihat ini semua karena Li Zheng tidak dewasa. Dia tidak berpengalaman dalam hal-hal emosi dan yang menyangkut orang yang dikasihinya jadi kecelakaan ini sangat memukulnya. Hal ini juga diperburuk karena dia masih ada sisa trauma PTSD yang belum terselesaikan dari dulu. Ini makin membuktikan kalau Li Zheng butuh pasangan penuntut yang terus terang seperti Shao dan mentor yang juga terang-terangan saling mengasihi seperti Mama dan Papa Zhong. Berada di antara mereka menguntungkan Li Zheng. Jelas terlihat di episode ini karena kata-kata Papa Zhong mampu mengingatkannya akan cerita di balik foto keluarga yang buram itu.




Mama Zhong adalah istri pendukung yang selalu di sisi Papa Zhong. Dan lebih sering, dia mengisi peran ini dengan sempurna. Tapi bagaimana dia menyambut dan bahkan mendorong Jin Li sangatlah bertentangan dengan Papa Zhong. Satu teori sederhana adalah dia kenal putrinya dengan baik. Mama Zhong sadar kalau Shao Xi tidak mudah diganggu dan oleh karena itu, Jin Li hanyalah teman yang tidak berbahaya. Tapi aku rasa ada alasan kedua yang lebih dalam. Setiap orang tua ingin putrinya bahagia. Li Zheng adalah jenius di sekolah tapi dalam hidup dan berhubungan, dia sangat bodoh. Shao Xi harus terus menariknya dan mengajarinya kalau ingin hidup bersama. Mama Zhong sadar akan itu. Jin Li, yang luwes dan transparan, adalah alternatif yang lebih baik. Mama Zhong mungkin merasa dengan Jin Li, Shao Xi tidak perlu menderita didiamkan dan disalah artikan bertubi-tubi. Ini juga mengisyaratkan kalau pertunangan antara Li Zheng dan Shao Xi belum terukir di batu.

Terlepas dari kemauan Mama Zhong, para penonton tidak dapat menyangkal kalau hubungan Li Zheng dan Shao Xi semakin dekat. Li Zheng sayang Shao Xi. Dia masih membutuhkan dorongan dari Papa Zhong sesekali. Tapi percakapan telepati dengan Shao Xi membuktikan kalau mereka makin memahami satu sama lain. Shao Xi mulai menanamkan harapan pada hubungan ini. Dia menanyakan pendapat Li Zheng tentang hal-hal penting seperti ujian fisik. Dan sampai sekarang, dia tidak menanggapi Jin Li. Dia tidak membalas sms dan panggilan telponnya dan tidak pernah setuju pergi berkencan dengannya. Dia hanya menganggapnya sebagai teman biasa. Shao Xi adalah gadis yang tahu apa yang diinginkannya dan lari mengejar. Dia hebat!




0 komentar:

Posting Komentar