Papa Zhong bertanya apa yang dikatakan dokter setelah memeriksa Shao Xi. Mama Zhong menerangkan kalau pemulihannya berjalan baik tetapi Shao Xi mungkin belum cukup sehat untuk ikut ujian olahraga. Shao Xi menanyakan pendapat Li Zheng dan dia juga, setuju dengan Papa Zhong dan mengingatkan kalau ada cara lain untuk masuk universitas; seperti contohnya menggunakan pretasi lomba lari yang dulu. Dia tekankan kalau memaksakan diri dapat menyebabkan luka permanen. Tiba-tiba, Jin Li angkat tangan dan mendorong Shao Xi untuk ikut ujian. Dia berkata kalau Shao Xi akan menyesal tidak berpartisipasi dan akhirnya akan selalu bertanya: bagaimana kalau? Penyesalan lebih buruk daripada kekalahan. Jin Li juga sudah menyelidiki kalau ada olahragawan, yang cedera serupa, mampu pulih kembali dalam waktu 3 bulan karena terapi fisik dan nutrisi yang tepat. Shao Xi bersukacita mendengarnya dan berterima kasih pada Jin Li. Li Zhen terlihat khawatir.
Shao Xi sedang mengenakan sepatu larinya saat Li Zheng bersukarela menawarkan dirinya sebagai teman berolahraga. Beberapa hari lewat dan Shao Xi akhirnya sadar kalau dirinya sudah dapat berjalan secepat orang biasa. Dia merasa terdorong. Li Zheng mengingatkannya untuk selalu berhati-hati.
Jin Li sedang membaca tentang ujian olahraga dan sadar kalau akan sulit bagi Shao Xi pulih tepat pada waktunya. Dia harapkan Shao Xi tidak terlalu memaksakan dirinya. Dia melihat satu pasangan yang sedang bercumbu mesra di teras dan melihat Xiao Ciao menghampiri mereka untuk menyiram air pada pasangan itu. Percekcokan antara Xiao Ciao dan yang lelaki menunjukkan kalau mereka dulu berhubungan dan sedang dalam proses berpisah. Yang lelaki mengangkat tangannya untuk memukul Xiao Ciao tetapi Jin Li menghentikannya. Jin Li mengingatkan dia kalau pihak wanita harusnya disayang dan bertindak bagai ksatria yang membuat Xiao Ciao terpesona. Jin Li meraih tangannya dengan kuat dan berbohong kalau mereka akan pergi berkencan. Siapa yang tidak suka kebohongan putih yang bersifat ksatria ini? Aku semakin menyukai pasangan kedua ini. Mereka sangat menggemaskan.
Jin Li membawa Xiao Ciao ke taman dan bertanya apakah dia terluka. Xiao Ciao menyakinkan dia kalau dia baik-baik saja dan langsung setelah itu, mengomelinya karena selera yang buruk: jatuh cinta pada lelaki yang memukuli wanita. Xiao Ciao membela dirinya karena dia sangat berbeda sangat mengejarnya. Dia seringkali memanjakan dia dan terus-menerus menyatakan perasaanya padanya. Dia baru tahu setelah berhubungan, kalau pacarnya tidak benar-benar suka dan hanya mengejarnya untuk bersenang-senang. Jin Li teringat akan kata-kata Shao Xi dimana dia memarahinya karena meremehkan perasaan orang lain. Dia kemudian menyatakan kalau pria yang sembarangan menyatakan perasaannya tidak berhak menjalin hubungan. Begitu seseorang jatuh hati, apapun yang dilakukan idamannya akan mendikte perasannya. Seseorang yang benar-benar suka, tidak akan mudah menyakiti siapapun. Jin Li mengulangi perkataan Shao Xi pada Xiao Ciao dan menyimpulkan kalau mantan pacarnya itu pecundang. Jin Li menyuruh Xiao Ciao untuk menunggu dan membuka mata karena ada seseorang di luar sana yang layak dicintainya. Jin Li pergi setelah mengatakan itu dan Xiao Ciao melihat punggungnya sambil tersenyum lebar dan berpikir, “Seorang pria yang layak dicintai…” Lucu sekali! Mereka harus mulai berkencan sekarang juga.
Di sebuah cafe, Jin Li kembali merenungkan kata-kata Shao Xi sementara kedua temannya sedang asik berdiskusi tentang gadis internet. Teman-temannya melihat senyuman Jin Li dan bertanya apakah dia punya kabar baik. Salah satu pacar Jin Li datang dan bertanya mengapa dia tidak menjawab pesannya. Di adegan berikutnya, 5 gadis cantik, yang saling memandang satu sama lain dengan curiga, mengelilingi Jin Li. Dia menegaskan bahwa mereka semua adalah pacarnya dan dia seenaknya bermain dengan hati mereka. Dia ingin mengakhiri semua hubungan bohongan ini dan mengajar semua gadis untuk memukulnya dengan marah. Semuanya memukul dan salah satu teman Jin Li bertanya apakah dia perlu diselamatkan sementara yang lain mengatakan tidak perlu menjadi pahlawan. Wajah Jin Li memar karena dipukul tetapi dia mengendarai motornya sambil tersenyum lepas. Sekali lagi, dia teringat akan Shao Xi, sekarang sedang menangis sendiri di bioskop. Wah! Jin Li sudah jatuh cinta tapi aku tidak suka Jin Li berpasangan dengan Shao Xi. Mereka lebih cocok sebagai teman baik yang saling berbagi.
Jin Li mengetuk rumah Shao Xi dan disambut kasar oleh Papa Zhong yang menyuruhya pulang saja. Mama Zhong datang menyambutnya. Jin Li bertanya kepada Mama Zhong di mana Shao Xi berada dan dikasih tahu kalau dia sedang latihan keliling danau. Jin Li berterima kasih dan langsung lari mencari Shao Xi. Papa Zhong bertanya mengapa Mama Zhong selalu membantu Jin Li. Dia jawab kalau Jin Li menarik karena dia jelas tahu apa yang dia mau dan jelas menyatakannya, seperti Papa Zhong dulu. Ini mengukuhkan teori dari rekap episode lalu: Mama Zhong menyokong Jin Li. Hmmm… Li Zheng, kau harus bertindak.
Jin Li menemukan Shao Xi dan bergegas menghampirinya saat dia jatuh. Li Zheng datang bersamaan dan menyuruh Jin Li pergi karena ada dia yang urus Shao Xi. Sebuah perang dingin terjadi, tapi Shao Xi menenangkan suasana sambil bertanya mengapa dia datang. Jin Li menyatakan bahwa dia ingin Shao Xi bertanggung jawab atas dirinya karena dia sudah melepaskan semua hubungan santainya untuk Shao Xi. Dia meraih bahu Shao Xi dan berkata kalau Shao Xi adalah gadis pertama yang sangat disukainya dan menuntut supaya dianggap serius. Cemburu, Li Zheng mendorong Jin Li dan menyuruhnya menutup mulut. Nah, apa yang kau harapkan? Kalau belum terikat, orang lain masih boleh mengejar Shao Xi. Jin Li menantang Li Zheng apakah dia teman atau pacar dan apakah pengakuannya membuat Shao Xi atau dirinya tidak nyaman. Tatapan tegang terjadi lagi sampai Shao Xi menghibur Li Zheng dan menariknya untuk pergi bersama. Jin Li bersikeras kalau perasaannya tidak diremehkan. Dia lalu mengakui kalau dirinya telah banyak merenungkan mengapa tertarik padanya dan apakah perasaan ini benar. Dia mengaku kalau Shao Xi seringkali mempengaruhi tindakannya dan bertanya apakah Shao Xi sadar akan itu. Shao Xi sadar dan tahu kalau Li Zheng itu tulus tetapi dia tidak membalas perasaannya. Dia memohon agar Jin Li tidak keterusan. Jin Li puas akan jawaban itu dan senang karena dianggap serius. Ini adalah tantangan diam-diam bagi Li Zheng. Masih saja dia berdiam diri! Dia mulai membuatku frustasi di sini. Mengapa tidak menyeletuk kalau dia adalah tunangan Shao Xi dan calon suaminya? Tetapi bersamaan, aku puas karena Shao Xi tegas pendiriannya.
Jin Li ingin menggendong Shao Xi dalam perjalanan pulang. Li Zheng berjalan cepat di depannya karena cemburu. Hmmm… Jika tertarik, justru harus mendekat bukannya menjauhkan diri. Xiao Ciao melihat mereka bertiga dan mulai curiga kalau Jin Li suka pada Shao Xi.
Di kamarnya, Li Zheng memikirkan pertanyaan Jin Li di taman: apa hubungannya dengan Shao Xi. Dia menghela napas dan mendengar Shao Xi mengetuk pintu. Shao Xi bertanya apakah Li Zheng benci Jin Li dan secara sukarela menawarkan diri untuk berbicara atas namanya. Dia menjawab kalau perasaannya tidak relevan karena perasaan Shao Xi-lah yang penting. Li Zheng bertanya kalau Jin Li mengajaknya berkencan, apa tanggapannya? Shao Xi balik bertanya apakah Li Zheng ingin dirinya menjalin hubungan dengan Jin Li. Kesal karena tidak dianggap, Shao Xi bangkit untuk meninggalkan ruangan. Li Zheng akhirnya mengaku kalau dia tidak suka Jin Li dan tidak ingin mereka berkencan. Tapi dia juga mengatakan kalau mereka berteman baik dan jadi, siapapun yang Shao Xi pilih di masa depan, hubungan mereka sebagai teman baik tidak akan pernah berubah. Hmmm… benarkah?! Dia benar-benar menempatkan dirinya hanya sebagai teman. Apakah ini menahan diri? Dan jika iya, apa tujuannya? Tidak mengerti! Coba dijelaskan. Shao Xi balik ke kamar, kecewa, karena merasa cintanya bertepuk sebelah tangan. Kesalahpahaman terus berlanjut...
Di kelas, wali kelas Shao Xi mengingatkan semua meskipun malam tahun baru, mereka adalah kandidat ujian dan perlu belajar. Ru Ping mendekati Shao Xi yang sedang murung dan mengajaknya ikut berpesta malam itu. Shao Xi menolak karena cedera. Shao Xi terus mengundang Ru Ping untuk bersama-sama merayakan malam tahun baru di rumah tetapi dia sudah punya janji.
Di toko teh, Jin Li membantu Mama Zhong membawa persediaan teh baru untuk dipajang. Dia minta Papa Zhong mengajarkan Jin Li bagaimana merapihkan barang-barang tersebut tetapi ditolak mentah-mentah. Memang Papa Zhong tidak mudah goyah. Dari sinilah Shao Xi mendapatkan sifatnya yang fokus. Jin Li menyerahkan 2 voucher pada Mama Zhong untuk perayaan Malam Tahun Baru yang romantis. Dia ingin mereka keluar rumah supaya Jin Li bisa mengencani Shao Xi. Rubah licik! Mama Zhong sadar akan motif ini tetapi terus setuju akan keluar rumah malam itu. Dia membuat Jin Li berjanji kalau sesudah perhitungan mundur berakhir, dia akan langsung membawa Shao Xi pulang. Jin Li setuju dan langsung, menghubungi kakaknya untuk pinjam mobil. Tapi raut muka Jin Li berubah saat menelpon sang kakak.
Shao Xi bertanya kepada Li Zheng apa rencananya untuk Malam Tahun Baru. Li Zheng tidak punya rencana lain selain belajar untuk mempersiapkan ujian akhir. Shao Xi tidak percaya. Li Zheng mencatat kalau Shao Xi ingin merayakan malam tahun baru. Si licik Li Zheng sepertinya kembali! Hehehe… Memang harus diakui visinya penulis drama ini, mereka berdua ini saling melengkapi: Li Zheng sangat membosankan tanpa Shao Xi dan Shao Xi, terlalu santai tanpa Li Zheng. Mereka sampai rumah dan tahu kalau Mama dan Papa Zhong merayakan malam tahun baru sendirian dan tidak akan pulang ke rumah malam itu. Shao Xi makin kecewa.
Jin Wen diopname karena kelelahan. Jin Li mendekatinya. Jin Li bertanya mengapa dia bekerja keras untuk ayah kalau ayah tidak pernah memperhatikannya. Saat sakitpun, dia tidak ada di sisinya. Dan tepat pada waktunya: ayah tiba. Dia datang membawa isu kerja dan langsung berteriak pada Jin Wen. Jin Li membela kakaknya dan ingin mengusir ayah keluar karena Jin Wen perlu istirahat. Mereka berargumentasi keras sampai Jin Wen memohon agar Jin Li pergi meninggalkannya.
Li Zheng membawa Shao Xi ke taman untuk melihat kembang api. Shao Xi tidak mempercayainya karena mereka jauh dari Taipei 101 dan tidak dapat melihat kembang api. Li Zheng meminta Shao Xi untuk mulai menghitung mundur. Li Zheng pergi mempersiapkan kembang api khusus untuk Shao Xi. Saat Shao Xi menghitung sampai nol, kembang apinya meledak. Wahhh… Memang Li Zheng sayang pada Shao Xi. Senang membahagiakan Shao Xi. Lalu kenapa terus mendorongnya pergi? Keduanya terus bermain kembang api dan secara telepati, berbincang-bincang. Shao Xi ingin Li Zheng berjanji akan memberitahukan terlebih dahulu kalau dirinya jatuh cinta pada gadis lain. Di sisi lain kota, Jin Li merawat sakit hatinya sambil sinis mengucapkan selamat tahun baru.
Di rumah, Shao Xi sedang mengambil semangkuk sup ayam wijen saat Li Zheng berkomentar kalau supnya tercium sangat beralkohol. Shao Xi menawarkan satu mangkuk tapi dia ditolak. Di kamar, Li Zheng mendengar ketukan di pintunya. Dia membuka dan disambut dengan Shao Xi yang mabuk. Hahaha… Mereka berdua jatuh ke tempat tidur dan Shao Xi mulai mendumel tentang cintanya yang bertepuk sebelah tangan dan tak kunjung sirna. Di saat yang bersamaan, Li Zheng terlihat sedang latihan menahan diri. Tubuh mereka tindihan dan muka mereka hanya terpisah beberapa inci tetapi tetap saja, tidak ciuman! Oke deh… Li Zheng hampir saja menciumnya tetapi Shao Xi mendorong jauh karena ingin tidak rela dirinya dicium sembarangan orang. Hahaha… Dia bahkan bertanya apakah dia Yan Li Zheng?! Begitu setianya Shao Xi pada Li Zheng, sampai dia hanya membiarkan Li Zheng menciumnya. Bagaimanapun, Li Zheng kaget karena didorong dan bangkit. Dia ingin meninggalkan ruangan tapi Shao Xi lompat ke punggungnya dan menggigit telinganya.
Li Zheng membawa Shao Xi balik eke kamarnya dan membaringkannya di tempat tidur. Dia memperingatkan Shao Xi agar tidak pernah mabuk lagi di masa depan dan memberikan selamat tahun baru padanya. Shao Xi tidak memperbolehkan Li Zheng keluar kamar karena belum mendengarkan permintaan tahun barunya. Dia berbisik ke telinganya dan Li Zheng menjawab, “Baiklah, aku berjanji.” Apa? Apa janjinya? Duh… Rahasia nih?
Shao Xi sedang siap-siap berlomba dan semua orang, khawatir, meminta dia untuk tidak berpartisipasi. Shao Xi bersikeras, pergi ke posisi awal, dan mulai berlari. Sejak awal, dia terlihat harus berjuang. Menjelas garis akhir, lututnya melemah. Jin Li melihat dan ingin menghampirinya tadi dihentikan oleh petugas. Li Zheng memaksa masuk lapangan dan datang ke sisi Shao Xi. Dia mengangkat tangan Shao Xi ke bahunya dan mereka bersama-sama jalan menuju garis akhir. Adegan yang sangat mengesankan ini. Takdir sepertinya ada di sisi Li Zheng. Kalah dan kecewa, Shao Xi menangis di pelukan Li Zheng. Shao Xi berkomentar kalau dia terlalu memaksakan diri dan sekarang merasa malu karena kalah. Li Zheng menghiburnya dan berkata, di matanya, ini adalah lari terbaiknya.
Shao Xi sedang memperbaiki penjaga lututnya sewaktu Jin Li datang tuk memberikan satu botol air. Jin Li mengaku kalau dia menyesal telah mendorong Shao Xi untuk berlari. Dia minta maaf. Shao Xi meringankan suasana dengan memercikkan air padanya. Dia juga berkara seandainya dia tidak ikut serta, pasti dia akan menyesal dan selalu bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Karena itu sekarang, dia tidak ada penyesalan. Shao Xi berterima kasih atas pemberian air dan pergi bersama Li Zheng.
Li Zheng dan Shao Xi sedang pergi ke sekolah di satu pagi dan Shao Xi bertanya tentang pendaftaran kuliah yang akan dikumpulkan hari ini. Shao Xi bertanya sekolah mana yang dituju Li Zheng. Li Zheng balik bertanya apakah Shao Xi benar tidak akan menggunakan penghargaan dan prestasi berlarinya untuk masuk kuliah. Karena mungkin dia tidak bisa berlari lagi, Shao Xi menolak untuk memanfaatkan prestasi larinya untuk mendaftar ke perguruan tinggi. Sebagai gantinya, dia akan menempuh jalan yang lebih sulit yaitu ikut ujian akhir tahun ini. Li Zheng lalu memutuskan untuk menemami Shao Xi dan menjalani jalanan yang lebih sulit ini.
Adegan selanjutnya, Li Zheng membangunkan Shao Xi pagi-pagi sekali untuk memulai rencana rehabilitasi fisik, suplemen, makanan bergizi, dan belajar yang ketat. Dia menemani Shao Xi meskipun dia mengeluh dan meminta ampun sepanjang jalan. Setiap kali Shao Xi mulai mengendur semangatnya, Li Zheng mendorongnya kembali. Ada sedikit iklan Iphone di sini karena Li Zheng memasukkan jadwal harian Shao Xi untuk 2 bulan ke depan. Shao Xi mengeluh dan memohon Li Zheng untuk tidak menemaninya. Hahaha…
Li Zheng menarik dan mendorong Shao Xi di rumah dan di sekolah. Shao Xi tidak diperkenankan istirahat. Li Zheng datang untuk mengajar Shao Xi saat istirahat. Shao Xi coba melarikan diri dari rumah tapi di luar, dia tertangkap Li Zheng. Hahaha… Mereka berangkat menuju kafe terdekat waktu bertemu dengan Jin Li di luar rumah. Jin Li mengundang dirinya sendiri karena dia pun, ada ujian yang harus dipersiapkan.
Li Zheng dan Jin Li duduk diam, tegang berseberangan. Keduanya berjaga-jaga seakan ingin menerkam gadis yang di tengah. Shao Xi pergi ke toilet dan meninggalkan mereka berdua. Li Zheng langsung minta agar Jin Li jangan mengganggu Shao Xi kalau hanya bermain-main. Bukan menghalanginya, justru Jin Li merasa terdorong karena dirinya memang serius. Dia balik bertanya apakah Li Zheng akan menerima hubungannya dengan Shao Xi. Li Zheng membalas kalau pendapatnya tidak penting, tapi orang berniat buruk tidak bisa berada di sisi Shao Xi. Jin Li bertanya apakah dia begitu tidak sadar kalau dialah yang paling bisa menyakiti Shao Xi. Di sini Jin Li mengacu pada kedudukan Li Zheng sebagai pria dambaan Shao Xi. Sebagai yang disayang, tentu saja dialah lebih bisa menyakiti Shao Xi daripada Jin Li yang hanya teman biasa. Jin Li makin menggoda Li Zheng dengan berkata Li Zheng sepantasnya menjaga sikap karena keberadaanya bisa mengusir laki-laki yang tertarik pada Shao Xi dan itu akan merugikan Shao Xi dalam jangka panjang. Jin Li tepat sekali! Kalau tidak ingin berhubungan dengan Shao Xi, biarkan orang lain mencoba. Sangatlah egois cara Li Zheng menahan Shao Xi tanpa meresmikan apa-apa. Jin Li mampu tembus melihat ke dalam penampilan Li Zheng yang kaku. Dia bahkan makin menyudutkan Li Zheng sewaktu memperkenalkan dirinya lagi sebagai pelamar serius yang bukan pesaing Li Zheng. Li Zheng melihat merah di sini! Jelas sekali di sini kalau fungsi dasar Jin Li adalah katalisator untuk hubungan Li Zheng dan Shao Xi. Aku merasa sedih untuk Jin Li. Shao Xi kembali dari toilet dan kembali disambut oleh keheningan yang tegang.
Shao Xi tertidur di atas meja saat belajar dan Li Zheng teringat kembali saat-saat dia memperhatikan Shao Xi: sedang tidur di kelas, sedang jalan ke sekolah, dan sedang lari di lapangan. Seperti yang dikatakan Shao Xi, kalau mulai memikirkan impian siang dan malam, itu tandanya sudah jatuh cinta. Sepertinya Li Zheng perlu dihajar lagi supaya sadar. Jin Li kembali membawa 2 minuman. Dia melihat Li Zheng sedang asik memandang Shao Xi dengan penuh perhatian. Jin Li berdeham dan menyadarkan Li Zheng dari lamunan dan Shao Xi, dari tidurnya. Dia menyerahkan minuman ke Shao Xi dan menyuruh Li Zheng membeli sendiri kalau haus. Shao Xi menawarkan minumannya tetapi di saat yang bersamaan, keduanya menghentikannya. Hahaha… Kejenakaan kedua lelaki ini sangat lucu.
Xiao Ciao memanggil Jin Li untuk datang menjemputnya dengan beralasan bohong kalau mantannya sedang menganggu. Sepertinya Xiao Ciao nanti akan menyesali kejenakaannya cepat atau lambat. Jin Li pamit. Dalam perjalanan pulang, Shao Xi memperhatikan satu kelompok pelari yang sedang latihan. Li Zheng melihat, berbalik, dan mengambil pergelangan tangannya. Saat berjalan, tangannya turun dari pergelangan ke tangannya. Wow! Shao Xi melihat tangannya yang dipegang dan mulai tersenyum senang. Ini adalah bukti lagi kalau Jin Li adalah pendorong bagi pasangan utama ini. Tanpa campur tangan darinya, Li Zheng akan terus jalan jauh di depan dan tidak pernah berada di sisi Shao Xi apalagi, memegang tangannya.
Komentar
Aku benar-benar kasihan Jin Li di episode ini. Baik Jin Li maupun Li Zheng ditulis menjadi karakter yang suka memanipulasikan dan bertaktik licik untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi seperti kebanyakan hal, hasil akhirnya sangat bergantung pada takdir. Li Zheng sejauh ini berhasil memanipulasikan keadaan di sekitarnya untuk meraih apa yang diinginkannya. Jin Li di sisi lain, sebagai katalisator, tidak seberuntung itu. Kencan hari Minggunya gagal karena Jin Wen mengundangnya makan siang. Malam tahun baru juga gagal karena Jin Wen diopname di rumah sakit dan dia bertengkar sengit dengan ayahnya. Jin Li adalah yang terlebih dahulu ingin membantu Shao Xi selagi lomba lari tapi dilarang oleh petugas. Dan tentu saja, pukulan terburuk adalah cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Dia mengubah dirinya, memutuskan semua hubungan-hubungannya, dan tetap saja, tidak mampu menggerakkan hati Shao Xi sedikitpun. Takdir sangat kejam bagi si Lesung Pipi.
Papa Zhong adalah pria yang setia yang sayangnya cenderung terlalu cepat berkesimpulan. Dan menurutku, inilah kenapa Mama Zhong terlihat seperti yang lebih dewasa. Dia tidak begitu cepat menyampingkan Jin Li karena memang, dia punya kelebihan: yaitu sifatnya yang terus terang. Walaupun saat Li Zheng menopang Shao Xi sampai ke garis akhir, Mama Zhong terlihat mulai memperhatikan Li Zheng.
Tidak dapat diragukan kalau Li Zheng sudah jatuh hati pada Shao Xi dan juga sudah sadar akan perasaannya kalau dilihat di adegan mabuk yang anti-klimaks itu. Li Zheng hampir saja menyatakan cintanya. Tapi aku harus selalu mengingat kalau mereka berdua ini masih remaja dan masih punya banyak waktu sebelum perlu meresmikan hubungan mereka. Banyak yang berkomentar perihal casting drama ini: khususnya bagaimana Joanne Tseng terlalu dewasa untuk memerankan siswi SMA. Hal ini dapat dimengerti dan sampai batas tertentu, aku mendukung penilaian ini. Tetapi tetap harus dipikirkan apakah aktris muda bisa memerankan Shao Xi sebaik Joanne Tseng. Penulisan dan juga arahan drama ini sangat baik, pengambilan gambar, skema warna, dan percakapan-percakapannya luar biasa. Tetapi kupikir, drama ini bersinar karena Joanne Tseng ini. Sangat mudah untuk mempercayai Shao Xi; dia itu hampir seperti persembahan untuk kenangan saat SMA.
Aku juga suka kalau kejadian-kejadian di drama ini punya tujuan: baik untuk pengembangan karakter atau hubungan. Semuanya yang dilalui Li Zheng dan Shao Xi bersama-sama menguatkan hubungan mereka. Setelah episode yang membuat baper seperti ini, satu-satu keluhan adalah siarannya yang hanya satu episode per minggu. Menunggu itu penyiksaan.
Next Episode
|
0 komentar:
Posting Komentar